02 April 2012

Semakin Kau Jauh... (Politik Harga Buku)

Harga BBM tidak jadi naik per 1 April 2012 ini, tapi efeknya tidak mau surut. Harga bahan pokok sudah naik bahkan ketika isu kenaikan harga BBM baru merembes. Apakah harga buku akan ikut-ikutan naik? Akan mengalami penyesuaian, kalau bahasa halusnya.

Tentu saja penerbit memiliki hitung-hitungan matematis yang merangkum semua ongkos produksi buku. Di dalamnya sudah termasuk royalti penulis, biaya penerjemah, pengurusan rights pengalihbahasaan, dsb. Gampangnya, rangkum saja semuanya, plus keuntungan yang mau diambil penerbit... Selesai. Benarkah?

Ternyata tidak juga. Pernah misalnya, seorang penulis merasa keberatan dengan harga buku yang ditetapkan oleh penerbit atas bukunya. Kemahalan, kata si penulis. Penerbit berpikir sebaliknya. Bukankah semakin mahal harga buku, semakin besar pula royalti yang akan diterima oleh penulis. Benar sekali logikanya kalau bukunya laku. Kalau tidak?

Kenaikan harga BBM sudah pasti akan berpengaruh pada ongkos produksi. Minimal harga kertas dan ongkos cetak. Solusi mudahnya untuk menutup pertambahan biaya adalah dengan menaikkan harga buku. Namun, penerbit harus mempertimbangkan pula efek psikologis dari kenaikan BBM. Pembaca buku paling fanatik sekalipun, bisa jadi akan berkurang bujet pembelian bukunya bila kondisi ekonominya semakin buruk.

Penerbit harus mempertimbangkan baik-baik kemampuan beli masyarakat pembaca Indonesia, mengingat terlebih buku bukanlah kebutuhan pokok. Menaikkan begitu saja hanya akan memperburuk situasi. Buku akan semakin jauh dari pembacanya....