Sebagai negara yang digadang-gadang oleh para penerbit Eropa & Amerika sebagai pasar "menjanjikan", China menjadi pusat perhatian baru di dunia penerbitan dunia saat ini. Jumlah penduduknya yang lebih dari 1,3 miliar jiwa merupakan calon konsumen yang menggiurkan setelah dunia perbukuan Amerika & Eropa dihajar oleh kelesuan ekonomi mereka. Tidak mengherankan bila di BIBF bisa ditemukan stand penerbit-penerbit besar semacam Penguin. Selain agen-agen naskah, juga perwakilan negara-negara seperti Rusia, Swedia, Jepang, Korea. Ada juga negara tetangga kita Singapura, Thailand, dan Malaysia.
![]() |
Stand penerbit-penerbit Malaysia, disokong pemerintah. |
Menariknya adalah betapa antusiasnya masyarakat China terhadap BIBF. Di hari pembukaan (29 Agustus) yang sejatinya mulai dibuka pukul 09.00 tapi baru dibuka untuk umum pukul 11.00 karena masih ada upacara pembukaan oleh pejabat setempat, orang-orang berjubel di pintu masuk. Padahal untuk bisa masuk ke dalam ruang pameran, pengunjung harus membeli tiket sekali masuk yang harganya tergantung pada kelihaian mereka menawar kepada calo tiket.
![]() |
Orang berjejalan menunggu pintu masuk dibuka. |
Hari pertama pameran memang hari yang heboh. Betapa tidak, tiket yang seharusnya gratis itu ternyata diperjualbelikan dengan harga tentatif, tergantung kelihaian menawar si pembeli. Itu untuk bisa lolos di gerbang pertama yang pintunya cuma dibuka sedikit untuk bisa dilewati 1 orang dan dijaga oleh sekuriti-sekuriti bertampang galak. Pengunjung umum maupun peserta pameran berjejalan di dekat pintu masuk gerbang halaman gedung.
![]() |
Loket yang kosong. |
Sebagian pengunjung berjejal di antrean baru, sebagian lain memilih berdiri agak jauh meski sedikit kepanasan. Seorang pengunjung di dekat saya mengumpat-ngumpat karena tidak ada penjelasan apa pun dari panitia mengenai larangan masuk gedung.
Menjelang pukul 11.00 barulah pengunjung diperbolehkan masuk setelah melewati detektor logam, meletakkan tas di mesin x-ray. Saya pikir, gila ini pameran buku apa masuk hotel? Berikutnya melewati pintu putar yang mengharuskan pengunjung memasukkan tiket. Ayo, ayo... meeting pertama saya sudah menunggu. Bergegas saya ke stand si X, kolega penerbit yang harus saya temui.
![]() |
Salah satu stand penerbit China. |
Saya pun melapor ke panitia pameran, walaupun tidak yakin bakal bisa temukan orang yang mengambil tas saya. Oleh seorang panitia (yang ternyata mahasiswa yang menjadi volunteer), saya diantar ke ruangan sekuriti yang berisi banyak polisi. Di situ, saya lihat ada seorang bule muda yang sedang membuat laporan kehilangan juga. Dibantu si panitia (para polisi tsb hanya berbahasa China) saya buat laporan, diantar ke ruangan berisi banyak layar monitor gedung, lalu isi form kehilangan. Intinya, meski dengan banyak kamera di dalam gedung tsb, sekuriti tidak bisa berbuat banyak karena kamera tidak bisa melihat detail, blablabla.... Saya akan dihubungi bila tas saya diketemukan.
Sorenya, petugas hotel sampaikan telepon dari polisi bahwa tas saya sudah ketemu dan saya diminta ambil di ruang sekuriti pameran. Baliklah saya ke sana. Tas saya utuh isinya kecuali sabak saya. Sepertinya barang itu saja yang dianggap paling berharga di tas saya. Hehehe...
![]() |
Lapak buku bekas di pasar tradisional, Beijing. |
Namun, terlepas dari hal-hal teknis selama pameran, kita bisa temukan semangat China untuk menggeber industri buku mereka. Berapa lama? Lima tahun, sepuluh tahun? Atau cukup 2-3 tahun untuk melaju? Bukan tidak mungkin....
No comments:
Post a Comment