17 October 2006

tentang folklor

Biasanya, folklor merupakan ekspresi orang-orang zaman dulu terkait pengamatan mereka atas alam, aturan sosial, dan manifestasi dari eskapis rasa takut, kebutuhan, dan hasrat mereka. Misalnya, folklor dipenuhi oleh gambaran tentang kanibalisme, pengorbanan manusia, siksaan, kekerasan pada anak, dan kekerasan. Dongeng dan cerita rakyat yang ada sekarang, seperti makanan anak-anak, merupakan adaptasi yang sudah dibersihkan dari isi yang tak pantas dan jarak kultural yang mungkin mengganggu sudah disaring.

Merupakan tugas penulis anak-anak yang menulis ulang dongeng untuk membuatnya nyaman bagi dan mudah diakses oleh target pembaca ketika mempertahankan keautentikan budaya. Demi tujuan tersebut, beberapa cerita lebih bagus ketimbang yang lain. Cerita binatang, cerita yang menampilkan tokoh protagonis pintar atau cerdik, dan cerita peri, merupakan tipikal menu yang lebih bisa diterima ketimbang, katakanlah, cerita rakyat tentang memakan orang mati atau inses ayah-anak.

Pada saat yang sama, beberapa cerita rakyat yang akan tampak ideal bagi anak-anak, bisa jadi tidak mendapatkan respons positif dari penerbit. Editor umumnya tidak tertarik pada kisah-kisah didaktis, tidak menoleransi cerita-cerita yang mengkhotbahi atau menguliahi. Namun, kebanyakan folklor pada intinya bermaksud memberikan pemahaman pada mekanisme dunia alamiah. Cara untuk menyeimbangkan perintah tradisi ini dengan kebutuhan pasar barangkali bisa dikelola, tapi ini merupakan wilayah dan tantangan utama bagi para penulis.


Dipenggal dari tulisan Eugie Foster, http://www.writing-world.com/children/multi2.shtml

No comments: